Jumat, 14 November 2014

SECTIO CAESARIA (SC)

Laporan Pendahuluan SC (Sectio Caesaria)
SECTIO CAESARIA (SC)
A.    DEFINISI
                  Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
            Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
            Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
B.     JENIS – JENIS
  1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a.       Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b.      Bahaya peritonitis tidak besar.
c.       Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2.      Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3.      Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4.      Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
§  Atonia uteri
§  Plasenta accrete
§  Myoma uteri
§  Infeksi intra uteri berat
C.    ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1.      CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2.      PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3.      KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4.      Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5.      Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6.      Kelainan Letak Janin
a.       Kelainan pada letak kepala
1)      Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2)      Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3)      Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b.      Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D.    PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
 Pathway SC
Pathway SC (Sectio Caesaria)
Pathway SC (Sectio Caesaria)

E.     TEKHNIK PENATALAKSANAAN

1.       Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a.       Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b.      Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c.       Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
d.      Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
e.       Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
§  Lapisan I        
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
§  Lapisan II       
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
§  Lapisan III     
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f.       Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
g.      Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2.      Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a.      Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b.     Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c.      Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d.     Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e.      Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
f.      Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
g.     Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
§  Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
§  Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
§  Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
h.      Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
i.        Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3.      Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a.       Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b.      Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4.      Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a.       Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
b.      Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
c.       Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d.      Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e.       Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
f.       Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g.      Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h.      Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i.        Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j.        Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
Laporan Pendahuluan SC (Sectio Caesaria)
SC (Sectio Caesaria)

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.      Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.      Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5.      Uji laboratorium
a.       Fungsi lumbal                    : menganalisis cairan serebrovaskuler
b.      Hitung darah lengkap       : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c.       Panel elektrolit
d.      Skrining toksik dari serum dan urin
e.       AGD
f.       Kadar kalsium darah
g.      Kadar natrium darah
h.      Kadar magnesium darah

G.    KOMPLIKASI

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1.      Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a.       Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b.      Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c.       Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
3.      Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4.      Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
5.      Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
H.    PENATALAKSANAAN
            1.      Perawatan awal
§  Letakan pasien dalam posisi pemulihan
§  Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
§  Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
§  Transfusi jika diperlukan
§  Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2.      Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3.      Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
§  Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
§  Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
§  Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
§  Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
§  Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

        4.      Fungsi gastrointestinal

§  Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
§  Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
§  Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
§  Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

        5.      Perawatan fungsi kandung kemih

§  Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
§  Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
§  Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
§  Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas
§  Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

        6.      Pembalutan dan perawatan luka

§  Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
§  Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
§  Ganti pembalut dengan cara steril
§  Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
§  Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
           7.      Jika masih terdapat perdarahan
§  Lakukan masase uterus
§  Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
         8.      Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam   selama    48 jam :
§  Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
§  Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
§  Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
           9.      Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
§  Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
§  Supositoria            = ketopropen sup 2x/ 24 jam
§  Oral                       = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
§  Injeksi                   = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10.  Obat-obatan lain
§  Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
           11.  Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
§  Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
§  Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
§  Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
§  Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
§  Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
§  Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
§  Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen
§  pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
§  Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
§  Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
§  Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
I.       ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a.       Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register  , dan diagnosa keperawatan.
b.      Keluhan utama
c.       Riwayat kesehatan
1)      Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2)      Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3)      Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d.      Pola-pola fungsi kesehatan
1)      pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2)      Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3)      Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4)      Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5)      Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6)      Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7)      Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8)      Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9)      Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10)  Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e.       Pemeriksaan fisik
1)      Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2)      Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
3)      Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4)      Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5)      Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6)      Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae
7)      Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8)      Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9)      Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10)  Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11)  Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2.      Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1.      Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang bernar.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan  injury fisik jalan lahir.
3.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan  kelelahan sehabis bersalin
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan  luka operasi


3.      Rencana Keperawatan


 

RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)
1.
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang benar
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan respon breast feeding adekuat dengan indikator:
§  klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
§  klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara
Health Education:
§  Berikan informasi mengenai :
  • Fisiologi menyusui
  • Keuntungan menyusui
  • Perawatan payudara
  • Kebutuhan diit khusus
  • Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui 
§  Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk melakukan secara teratur
§  Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan, cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
§  Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan pemberian Asi eksklusif
§  Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara, infeksi payudara
§  Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam pemberian ASI
§  Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan  informasi/memberikan pelayanan KIA
2.
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka insisi operasi)
      Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nteri berkurang dengan indicator:
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
§  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
§  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
§  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
§  Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
§  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
§  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
§  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
§  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§  Kurangi faktor presipitasi nyeri
§  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
§  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
§  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§  Tingkatkan istirahat
§  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
§  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
§  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
§  Cek riwayat alergi
§  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
§  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
§  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
§  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
§  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
§  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
-           
3.
Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d kurangnya sumber informasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan indicator:
v Kowlwdge : disease process
v Kowledge : health Behavior
§  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
§  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
§  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Teaching : Disease Process
§  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
§  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
§  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
§  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
§  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
§  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
§  Hindari jaminan yang kosong
§  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
§  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
§  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
§  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
§  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
§  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
§  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
4.
Defisit perawatan diri b.d. Kelelahan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien meningkat  dengan indicator:
v Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
§  Klien terbebas dari bau badan
§  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
§  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Self Care assistane : ADLs
§  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
§  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
§  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
§  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
§  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
§  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
§  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
§  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 
5.
Risiko infeksi b.d tindakan invasif, paparan lingkungan patogen
Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan indicator:
v  Immune Status
v  Knowledge : Infection control
v  Risk control
§  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
§  Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
§  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
§  Jumlah leukosit dalam batas normal
§  Menunjukkan perilaku hidup sehat
Infection Control (Kontrol infeksi)
§  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
§  Pertahankan teknik isolasi
§  Batasi pengunjung bila perlu
§  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
§  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
§  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
§  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
§  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
§  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
§  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
§  Tingktkan intake nutrisi
§  Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
§  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
§  Monitor hitung granulosit, WBC
§  Monitor kerentanan terhadap infeksi
§  Batasi pengunjung
§  Saring pengunjung terhadap penyakit menular
§  Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
§  Pertahankan teknik isolasi k/p
§  Berikan perawatan kuliat pada area epidema
§  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
§  Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
§  Dorong masukkan nutrisi yang cukup
§  Dorong masukan cairan
§  Dorong istirahat
§  Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
§  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
§  Ajarkan cara menghindari infeksi
§  Laporkan kecurigaan infeksi
§  Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka